AKIBAT ULAH MANUSIA
ALAM MURKA
Tanda-tanda musim tidak menentu terjadi banyak
fenomena alam yang datang dengan tiba-tiba merupakan sebagai faktor penyebab
utama bencana itu sebenarnya adalah ulah manusia sendiri. Saya yakin mereka
sebenarnya mengetahui dan memahami akan bahaya perambahan hutan dan bahaya
longsor. Namun saya memperkirakan belum menjadi suatu sikap yang mantap
terhadap perlunya memelihara kelestarian lingkungan. Pusat masalah boleh jadi
karena faktor kemiskinan sehingga merambah hutan menjadi alternatif utama
sumber pendapatan bagi mereka. Boleh jadi pula karena bandar-bandar besar
”rakus” sering menampung hasil hutan tak legal, sambil berkolusi
dengan petugas. Tanpa sadar fungsi hutan sebagai penyangga daya serap air
semakin kritis.
Di sisi lain fungsi kendali
tata ruang dan pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dari pemerintah, khususnya
pemerintah daerah begitu terabaikan. Tindakan hukum kepada perambah dan
penguras SDA hampir- tidak ada.
Dengan Menggunakan sumber daya alam sebanyak-banyaknya,
Penebangan hutan terjadi dimana-mana, dan bencana sering datang bertubi-tubi seperti: erosi, banjir
dan longsor merupakan bencana alam murka
yang dibuat oleh
manusia itu sendiri yang
dijadikan alternatif utama sumber pendapatan bagi
mereka.
Manusia ingin hidup enak, serba ada (sempurna) tapi, manusia tidak mau berusaha
dan berdo’a itulah manusia yang tidak pernah bersyukur dan merasa kurang puas apa yang
didapatkannya. Ketika sang kholik menciptakan muka bumi ini, langit,
bumi beserta isinya supaya
manusia menjaga dan memelihara bumi kita pertiwi ini dengan sebaik-baiknya.
Tetapi, mengapa manusia malah merusaknya?
Seperti apa yang kita lihat bencana pada kejadian
lalu, alam yang beruntun, berawal dari Aceh dan Nias yang
dilibas tsunami, kemudian gunung Merapi di Jawa tengah yang murka memuntahkan
awan panas, dan isi perut lainnya, terus gempa menyapu Yogyakarta dan daerah
sekitarnya, dilanjutkan dengan pantai indah Pangandaran di Jawa Barat dan
pesisir Jawa bagian selatan dihajar tsunami juga. Belum berhenti sampai di sini
lumpur panas menggelegak nyaris menenggelamkan Sidoarjo di Jawa Timur. Dan
siapa yang menjadi korban ? Lagi-lagi rakyat kecil.
Banyak orang menafsirkan semua
bencana yang menimpa tanah air kita ini mengatakan karena Tuhan marah. Alam
murka karena ulah manusia yang semakin brutal, rakus dan menimbun dosa. Hutan
dibabat, uang negara dikorupsi, rakyat kecil ditindas, dan warga minoritas
dinjak-injak hak azasinya. Benar
apa yang yang difirmankan : Celakalah engkau hai perusak yang
tidak dirusak sendiri, dan engkau hai penggarong yang tidak digarong sendiri.
Apabila engkau selesai merusak, engkau sendiri akan dirusak, apabila engkau
habis menggarong engkau sendiri akan digarong.
Alam lalu ”murka” karena manusia melawan dan merusaknya. Terhadap alam,
Allah mengingatkan: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
(ukuran) (al-Qamar; 49). Lambat tetapi pasti, muncullah tragedi kemanusiaan
berupa musibah banjir dan tanah longsor. Walau beribu kali program penanaman kembali hutan yang yang
telah gundul (reboisasi) dilakukan kalau
mental manusia yang rakus tidak terubah dan diubah, tetap saja musibah itu akan
menimpa dan berdatangan. Ternyata sebagian manusia tidak mau belajar dari
setiap kejadian alam.
Banyaknya Sumber Daya Alam yang
melimpah, tetapi
mengapa manusia tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya? Bencana lagi,
bencana lagi. Rasanya tak habis-habisnya negeri tercinta ini ditimpa berbagai
petaka. Itulah hidayah dari
sang pencipta supaya kita menjaga dan memelihara bumi kita pertiwi ini dengan
sebaik-baiknya dan tidak lupa rasa bersyukur kita apa yang telah kita miliki
sekarang ini dan sekarang kita harus bertafakkur apa yang selama ini kita
perbuat di negeri tercinta dan segeralah bertobat ( Ya Allah ampuni
dosa-dosaku) sebelum ajal menjemputku,...
REFERENSI :
Rahman, Afzalur.1992. A-qur’an
Sumber Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta
Khalil al-Qattan, Manna dkk. 1973.Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa
manusia memang keterlaluan...
BalasHapusmerusak alam seenaknya sendiri
tanpa memikirkan akibatnya