Selasa, 27 Desember 2011


AKIBAT ULAH MANUSIA ALAM MURKA


Tanda-tanda musim tidak menentu terjadi banyak fenomena alam yang datang dengan tiba-tiba merupakan sebagai faktor penyebab utama bencana itu sebenarnya  adalah ulah manusia sendiri. Saya yakin mereka sebenarnya mengetahui dan memahami akan bahaya perambahan hutan dan bahaya longsor. Namun saya  memperkirakan belum menjadi suatu sikap yang mantap terhadap perlunya memelihara kelestarian lingkungan. Pusat masalah boleh jadi karena faktor kemiskinan sehingga merambah hutan menjadi alternatif utama sumber pendapatan bagi mereka. Boleh jadi pula karena bandar-bandar besar  ”rakus” sering menampung  hasil hutan tak legal, sambil  berkolusi dengan petugas.  Tanpa sadar fungsi hutan sebagai penyangga daya serap air semakin kritis.
 Di sisi lain fungsi kendali  tata ruang dan pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah begitu terabaikan. Tindakan hukum kepada perambah dan penguras SDA hampir- tidak ada. Dengan Menggunakan sumber daya alam sebanyak-banyaknya, Penebangan hutan terjadi dimana-mana, dan bencana sering datang bertubi-tubi  seperti: erosi, banjir dan longsor merupakan bencana  alam murka yang dibuat oleh manusia itu sendiri yang  dijadikan alternatif utama sumber pendapatan bagi mereka. Manusia ingin hidup enak, serba ada (sempurna) tapi, manusia tidak mau berusaha dan berdo’a itulah manusia yang tidak pernah bersyukur dan merasa kurang puas apa yang didapatkannya. Ketika sang kholik menciptakan muka bumi ini, langit, bumi beserta isinya supaya manusia menjaga dan memelihara bumi kita pertiwi ini dengan sebaik-baiknya. Tetapi, mengapa manusia malah merusaknya?
Seperti  apa yang kita lihat bencana pada kejadian lalu, alam yang beruntun, berawal dari Aceh dan Nias yang dilibas tsunami, kemudian gunung Merapi di Jawa tengah yang murka memuntahkan awan panas, dan isi perut lainnya, terus gempa menyapu Yogyakarta dan daerah sekitarnya, dilanjutkan dengan pantai indah Pangandaran di Jawa Barat dan pesisir Jawa bagian selatan dihajar tsunami juga. Belum berhenti sampai di sini lumpur panas menggelegak nyaris menenggelamkan Sidoarjo di Jawa Timur. Dan siapa yang menjadi korban ? Lagi-lagi rakyat kecil.
Banyak orang menafsirkan semua bencana yang menimpa tanah air kita ini mengatakan karena Tuhan marah. Alam murka karena ulah manusia yang semakin brutal, rakus dan menimbun dosa. Hutan dibabat, uang negara dikorupsi, rakyat kecil ditindas, dan warga minoritas dinjak-injak hak azasinya. Benar apa yang yang difirmankan : Celakalah engkau hai perusak yang tidak dirusak sendiri, dan engkau hai penggarong yang tidak digarong sendiri. Apabila engkau selesai merusak, engkau sendiri akan dirusak, apabila engkau habis menggarong engkau sendiri akan digarong.
Alam lalu ”murka” karena manusia melawan dan merusaknya. Terhadap alam, Allah mengingatkan: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut (ukuran) (al-Qamar; 49). Lambat tetapi pasti, muncullah tragedi kemanusiaan berupa musibah banjir dan tanah longsor. Walau beribu kali program penanaman kembali hutan yang yang telah gundul (reboisasi) dilakukan kalau mental manusia yang rakus tidak terubah dan diubah, tetap saja musibah itu akan menimpa dan berdatangan. Ternyata sebagian manusia  tidak mau belajar dari setiap kejadian alam.  Banyaknya Sumber Daya Alam yang melimpah, tetapi mengapa manusia tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya? Bencana lagi, bencana lagi. Rasanya tak habis-habisnya negeri tercinta ini ditimpa berbagai petaka. Itulah hidayah dari sang pencipta supaya kita menjaga dan memelihara bumi kita pertiwi ini dengan sebaik-baiknya dan tidak lupa rasa bersyukur kita apa yang telah kita miliki sekarang ini dan sekarang kita harus bertafakkur apa yang selama ini kita perbuat di negeri tercinta dan segeralah bertobat ( Ya Allah ampuni dosa-dosaku) sebelum ajal menjemputku,...
REFERENSI :
Rahman, Afzalur.1992. A-qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta
Khalil al-Qattan, Manna dkk. 1973.Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa

1 komentar:

  1. manusia memang keterlaluan...
    merusak alam seenaknya sendiri
    tanpa memikirkan akibatnya

    BalasHapus