PENGARUH GLOBAL WARMING DI PERMUKAAN
BUMI
Perubahan iklim global yang
menjadi perhatian masyarakat dunia adalah gejala global warming yang diketahui
terjadi sebagai akibat dari penipisan lapisan ozon di lapisan stratosfir.
Penipisannya berakibat meningkatnya suhu udara di permukaan bumi, dan
menimbulkan gejala global warming. Sementara itu, banyaknya kejadian eksploitasi
hutan secara besar-besaran yang mengakibatkan penggundulan hutan, erosi ,
banjir, dan bencana banjir yang terus terjadi sekarang ini (terutama di negara
berkembang), juga dituding sebagai penyebab terjadinya gejala rumah kaca (GRK) atau
sistem kerja gas-gas tersebut di atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah
kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah
kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh
dengan baik karena memiliki panas matahari yang cukup. karena, penggundulan
hutan-hutan secara besar-besaran yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan
CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan
melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer dan permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berwujud
radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas
tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca
antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi
gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di
permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu
rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas
tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin
meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang
terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala
makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat
dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya
telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek
rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan
Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di
atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global. Dampak dari penggundulan
hutan itu adalah menurunkan penyerapan CO2 oleh pepohonan yang ditebang secara
besar-besaran yang kini dialami oleh Negara-negara industry maju diindikasikan
sebagai penyebab utama kondisi pemanasan global ( global warming).
Pemanasan
global telah menyebabkan perubahan iklim, antara lain terlihat dari curah hujan
di bawah normal, sehingga masa tanam terganggu, dan meningkatnya curah hujan di
sebagian wilayah. Kondisi tata ruang, daerah resapan air, dan sistem irigasi
yang buruk semakin memicu terjadinya banjir, termasuk di area persawahan.
Sebagai gambaran, pada 1995 hingga 2005, total tanaman padi yang terendam banjir
berjumlah 1.926.636 hektare. Dari jumlah itu, 471.711 hektare di antaranya
mengalami puso. Sawah yang mengalami kekeringan pada kurun waktu tersebut
berjumlah 2.131.579 hektare, yang 328.447 hektare di antaranya gagal panen.
Dampak
buruk perubahan iklim akan paling dirasakan warga miskin di Indonesia.
"Perubahan iklim mengancam akan menyabot perjuangan Indonesia melawan
kemiskinan," kata Hakan Bjorkman, Direktur UNDP (Badan Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk Indonesia dalam peluncuran laporan terbaru
tentang dampak perubahan iklim terhadap Indonesia. Hakan menjelaskan, penduduk
miskin di seluruh Indonesia sudah dilanda cukup banyak persoalan. Maka, imbuh
dia, dampak perubahan iklim akan makin menambah tekanan pada mekanisme
penanggulangan yang sudah memikul beban lebih. Laporan UNDP ini diluncurkan
menjelang Sidang PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali 3-14 Desember
mendatang. Laporan ini terutama hendak memberikan gambaran suram mengenai
dampak pemanasan global terhadap usaha Indonesia menurunkan angka kemiskinan.
Seperti: Perubahan musim dan curah hujan ini mengakibatkan gagal panen yang pasif
bagi para petani.
Sementara
kenaikan muka air laut mempercepat erosi di wilayah-wilayah pesisir, memicu
intrusi air laut ke air tanah, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Tak
seorang pun akan luput dari perubahan iklim. Namun, berbagai pengaruhnya dapat
dirasakan lebih parah oleh masyarakat yang paling miskin, mereka yang hidup di
wilayah paling pinggiran, yang antara lain rentan terhadap banjir dan longsor. Karena,
mereka kebanyakan mencari nafkah dengan
bertani dan menjadi nelayan, sumber nafkah mereka juga amat rentan terhadap
perubahan iklim. Mereka juga hanya memiliki sumber daya terbatas untuk
menanggung bencana sehingga bencana apa pun yang menimpa, akan membuat mereka
mesti kehilangan harta benda yang seadanya itu. Pada masa-masa sulit mereka
mungkin terpaksa menjual, misalnya tanah mereka, sepeda, atau peralatan
pertanian. Kondisi inilah yang akan membuat mereka makin kesulitan mempertahankan
sumber penghidupannya akibat dari penggundulan hutan secara besar-besaran yang
menyebabkan banjir, longsor, dan erosi yang menyebabkan hilangnya mata
pencaharian mereka.
Referensi: Sumaatmadja, Nursid. 1999. Konsep Dasar Geografi. Jakarta: Universitas Terbuka.
efek global worming sudah semakin parah
BalasHapus