Sabtu, 06 Juni 2015

DESKRIPSI MONUMEN JOGJA KEMBALI

Monumen Jogja Kembali (Monjali) merupakan sebuah monumen yang ada di Yogyakarta. Monumen tersebut berdiri di atas sebuah lahan seluas lima hektar yang berlokasi di desa Jongkang, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Lahan yang dipakai adalah lahan kas desa (tanah bengkok) atau tanah garapan yang diberuikan oleh pemerintah kepada kepala desa (lurah).      
Lahan itu dipilih karena adanya titik imaginer. Terdapat enam titik imaginer yang apabila ditari akan membentuik sebuah garis lurus. Titik-titik tersebut yaitu Gunung Merapi, Monumen Jogja Kembali (Monjali), Tugu Jogja, Kraton Jogja, Panggung Krapyak, dan Pantai Parang Tritis. Pada Monumen Jogja Kembali (Monjali), titik tersebut terletak pada tepat peletakkan batu pertama dan dikuburnya kepala kerbau pada upacara pembangunan monumen. Titik tersebut kemudian disebut sebagai poros makro kosmos yang berarti titik besar kehidupan.
          Ide pembangunan Monumen Jogja Kembali (Monjali) bermula pada saat dilaksanakannya tirakatan di Gedung Agung pada tahun 1938. Saat itu Dr. Ruslan Abdul Gani yang berasal dari Surabaya menyampaikan gagasannya bahwa Yogyakarta membutuhkan sebuah monumen sebagai tetenger sejarah atau bukti sejarah. Saat itu pula ide yang disampaikan mendapat dukungan mutlak. Kemudian dibentuk sebuah panitia pembangunan. Dana yang digunakan sebagai dana pembangunan tudak berasal dari dana pemerintah melainkan dana dari dermawan yang terkumpul mencapai 9,5 miliar rupiah. Ahli bangunan berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berkolaborasi dengan ahli bangunan dari Universitas Gadjahmada (UGM). Sedangkan, arsitek yang merancang pembangunan monumen tersebut adalah Drs. Edi Sunarso seorang seniman dari Yogyakarta yang berasal dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
          Monumen Jogja Kembali (Monjali) yaitu berbentuk kerucut. Bentuk bangunan ini ditetapkan melalui sayembara bentuk bangunan. Bentuk kerucut dipilih dengan maksud untuk melestarikan budaya nenek moyang zaman prasejarah yang merujuk pada bentuk gunung Merapi, gunungan pada upacara Sekaten, dan gunungan pada kesenian wayang kulit. Tinggi bangunan tersebut adalah 31,8 meter dan dikelilingi oleh kolam air yang berfungsi sebagai pendingin daripada bangunan itu sediri, serta dalam sudut pandang budaya dimaksudkan sebagai lambang adanya kesucian niat dari nenek moyang pada saat berjuang.
          Nama Monumen Jogja Kembali dipilih untuk memperingati kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta. Tujuan dari pembangunan monumen tersebut adalah untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan bangsa, penghargaan untuk para pahlawan bangsa, sebagai bukti sejarah, dan sebagai saran pendidikan. Monumen Jogja Kembali (Monjali) berisi benda-benda sejarah yang digunakan oleh pahlawan-pahlawan pada masa perjuangan misalnya meja dan kursi yang digunakan oleh Bung Hatta di rumah dinasnya di Yogyakarta; tempat tidur Bung Karno; dll, replika peristiwa-peristiwa sejarah misalnya terjadinya Serangan Umum 1 Maret; proses pelaksanaan perjanjian Roem Royen; Konferensi Asia-Afrika;dll, peta perjuangan dan serangan Belanda di Yogyakarta, serta dokumentasi yang lain seperti foto-foto,dan lain-lain.
          Monumen Jogja Kembali (Monjali) terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama yaitu museum, aula yang sering digunakan untuk pertemuan-pertemuan seperti wisuda; syawalan;dll, perpustakaan, kantor, mushola, toilet,dll. Di lantai kedua terdapat bagan luar relief yang berjumlah 40 episode adegan perjuangan dari tahun 1945 sampai tahun 1949, ruang Diorama yang terdiri dari 10 ruang yang salah satunya menceritakan terjadinya Agresi Tentara di Yogyakarta tahun 1948 sampai tahun 1949. Sedangkan lantai ketiga yaitu ruang Garba Graha. Garba berarti dalam, Graha berarti rumah, Garba Graha yaitu bagian dalam rumah yang digunakan untuk berdoa atau meditasi. Ruang Garba Graha digunakan sebagai ruang hening utnuk mendoakan arwah pahlawan bangsa dan juga untuk mendoakan diri sendiri.

          Logo Monumen Jogja Kembali (Monjali) berbentuk bulat dan terdapat tulisan Jawa di dalamnya yang berbunyi Gapura Papat Ambuka Jagad. Gapura berarti pintu, papat berarti empat, ambuka berarti membuka atau terbuka, dan jagad berarti dunia, maka arti sesungguhnya adalah empat pintu terbuka untuk dunia (gate for open the world). Hal itu menunjukkan bahwa Monumen Jogja Kembali (Monjali) memiliki empat pintu yaitu di bagian barat, timur, utara, dan selatan bangunan. Namun, pintu di bagian utara pada akhirnya ditutup dan dialihkan menjadi satu di bagian selatan agar pengunjung dapat berkeliling bangunan. Di balik tempat logo tersebut terdapat daftar nama pahlawan yang gugur sebanyak 422 orang dan ditambah dengan nama-nama pahlawan yang tidak dikenal. Di tengah daftar nama pahlawan tersebut terdapat sebuah puisi karya Khairil Anwar yang berjudul Karawang-Bekasi sebagai sebuah hadiah atau penghormatan untuk jasa para pahlawan.

KEARIFAN LOKAL TRADISI PEMBACAAN “BERZANJI” DALAM MENINGKATKAN SOLIDARITAS SOSIAL DI MASYARAKAT DESA SUB-URBAN Study di Desa Kedungmutih, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak

Berjanzi atau sholawat berjanzi (berjanjen) adalah bentuk kesenian yang bernafaskan Islam atau sebagai sarana dakwah Islam, dengan Kitab Berzanji sebagai sumbernya. Seni budaya ini dapat dikategorikan sebagai kelompok seni pertunjukan yang terdiri dari vokal, musik atau instrumen terbang, dan tanpa tari atau gerakan anggota badan. Kesenian pembacaan barzanji ini pada umumnya ditampilkan pada malam hari pada posisi berdiri. Kesenian ini berkenaan dengan aspek keagamaan dan juga terkait dengan kehidupan bermasyarakat yang berada di pedesaan. Hal ini karena masyarakat pedesaan memiliki tingkat kegotongroyongan yang cukup tinggi. Aspek dan kehidupan karena bisa ditampilkan pada perayaan hari-hari besar atau haflah-haflah tertentu
Solidaritas merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki setiap individu dalam suatu masyarakat. Desa Kedungmutih merupakan salah satu desa perbatasan antara desa Kedungmalang (Jepara) dengan Kedungmutih (Demak) dimana terdapat masyarakat asli serta masyarakat pendatang yang hidup menjadi satu. Masyarakat desa perbatasan sangat rentan terjadi konflik, sebab masyarakatnya sedang dalam proses menuju ke arah modern sehingga masyarakat dapat menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Hal itu menunjukkan bahwa : (1) Tradisi “barzanji” yang ada di masyarakat desa Kedungmutih memiliki kontribusi dalam meningkatkan solidaritas antar warga baik masyarakat asli atau pendatang. Masyarakat desa Kedungmutih sadar akan pentingnya  solidaritas sehingga kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan meningkatkan kebersamaan selalu dilestarikan; (2) bentuk solidaritas masyarakat desa Kedungmutih yang terus dilestarikan adalah gotongroyong, ronda, kumpulan, rapat, istigosah, repala, arisan ; dll. (3) dalam melestarikan Tradisi “Barzanji” terdapat faktor pendorong dan penghambat. Faktor pendorong yaitu (1) kesadaran masyarakat desa Kedungmutih untuk terus melestarikan tradisi “Barzanji” (2) Tradisi “Barzanji” bertujuan mendo’akan dan mengingatkan perjuangan Nabi Muhammad SAW, (3) menjadikan masyarakat desa Kedungmutih lebih saling mengenal, (4) pembacaan Barzanji merupakan ibadah bagi umat Islam. Faktor penghambat yaitu kesibukan warga, kesehatan warga, keadaan cuaca, konflik internal, dan pengaruh televisi. 

Pemikiran Sosiologis Max Weber mengenai kelas, status, kekuasaan dan masalah rasionalitas

Add caption
Dimulai dengan kelas, kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar komoditas dan tenaga kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam hierarkhi ekonomi.Weber berpegang pada konsep orientasi tindakannya dengan menyatakan bahwa kelas bukanlah komunitas, kelas adalah sekelompok orang yang situasi bersama mereka dapat menjadi, dan kadang-kadang sering kali, basis tindakan kelompok. Weber menyatakan bahwa “situasi kelas” hadir ketika telah terpenuhinya syarat-syarat tertentu.
            Berlawanan denga kelas, biasanya status merujuk pada komunitas. “situasi status” didefinisikan Weber  sebagai “setiap komponen tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu, positif atau negatif” (1921/1968:932). Status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama. Sudah jadi semacam patokan umum kalo suatu status dikaitkan dengan gaya hidup. Status terkait dengan konsumsi barang yang dihasilkan, sementara itu kelas terkait dengan produksi ekonomi. Mereka yang menempati kelas atas mempunyai gaya hidup berbeda dengan yang ada di bawah. Dalam hal ini, gaya hidup, atau status, terkait dengan situasi kelas. Namun, kelas dan status tidak selalu terkait satu sama lain.
            Kekuasaan menurut Weber adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak meskipun sebenarnya mendapat tentangan atau tantangan dari orang lain. Max Weber mengemukakan beberapa bentuk wewenang   dalam hubungan manusia yang juga menyangkut hubungan dengan kekuasaan. Menurut Weber, wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu yang diterima secara formal oleh anggota – anggota masyarakat.  Sedangkan kekuasaan dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan  penerimaan sosialnya yang formal. Dengan kata lain, kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan keinginan si pemilik kekuasaan.
Weber membagi wewenang ke dalam tiga tipe berikut.
1. Ratonal-legal authority, yakni bentuk wewenang yang berkembang dalam kehidupan masyarakat modern. Wewenang ini dibangun atas legitimasi (keabsahan) yang menurut pihak yang berkuasa merupakan haknya. Wewenang ini dimiliki oleh organisasi – organisasi, terutama yang bersifat politis.
2.Traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan tradisional. Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang ini dapat dibagi dalam dua tipe, yakni  patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme adalah suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang lebih tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Berbeda dengan patriarkhalisme, patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang pemimpin bekerjasama dengan kerabat – kerabatnya atau dengan orang – orang terdekat yang mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya.
            Dalam  patriarkhalisme dan patrimonialisme ini, ikatan – ikatan tradisional memegang peranan utama. Pemegang kekuasaan adalah mereka yang dianggap mengetahui tradisi yang disucikan. Penunjukkan wewenang lebih didasarkan pada hubungan – hubungan yang bersifat personal/pribadi serta pada kesetiaan pribadi seseorang kepada sang pemimpin yang terdahulu. Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya sistem norma yang diangap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran terhadapnya akan menyebabkan bencana baik yang bersifat gaib maupun religious. Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah, suami anggota tertua dalam rumah tangga, anak tertua terhadap anggota yang lebih muda, kekuasaan pangeran atas pegawai rumah atau istananya, kekuasaan bangsawan atas orang yang ditaklukannya.
3.Charismatic authority,  yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang luar biasa dari dirinya. Dalam hal ini, kharismatik harus dipahami sebagai kualitas yang luar biasa, tanpa memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh – sungguh ataukah hanya berdasarkan dugaan orang belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah penguasaan atas diri orang – orang, baik secara predominan eksternal maupun secara predominan internal, di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan patuh karena kepercayaan pada kualitas luar biasa yang dimiliki orang tersebut. Wewenang kharismatik dapat dimiliki oleh para dukun, para rasul, pemimpin suku,  pemimpin partai, dan sebagainya.
            Minat Weber yang begitu luas terhadap kekhasan, asal-usul dan perkembangan “rasionalisme “kebudayaan barat yang menjadi jantung sosiologinya ”(1994:18). Namun sulit memperoleh definisi yang jelas tentang rasionalisasi dari karya Weber. Sebaliknya, ia membahasnya menggunakan definisi, dan sering kali ia tidak manjelaskan definisi mana yang ttengah ia gunakan dalam diskusi tertentu (Brubaker, 1984;1).Weber mendefinisikan rasionalitas, ia membedakan dua jenis rasionalitas-rasionalitas sarana-tujuan dan rasionalitas nilai. Namun, konsep-konsep tersebut merejuk pada tipe tindakan. Itu semua adalah dasar, namun tidak sama dengan pemahaman tentang rasionalisasi skala-luas yang dikemukakan Weber. Weber tidak terlalu tertarik pada orientasi tindakan yang terfragmentasi: perhatian pokoknya adalah keteraturan dan pola-pola tindakan dalam peradaban, instistusi, organisasai, strata, kelas dan kelompok.
            Tipe-tipe rasionalitas. Tipe pertama rasionalitas praktis, yang didefinisikan oleh Karl Berg sebagai “setiap jalan hidup yang memandang dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan indidvidu yang murni, fragmatis dan egoistis” (1980: 1151). Tipe rasionalitas ini muncul seiring dengan longgarnya ikatan magi primitif, dan dian terdapat dalam setiap peradaban dan melintasi sejarah: jadi, dia tidak terbatas pada barat (oksiden) modern.
            Rasionalitas teoritis melibatkan upaya kognitif untuk menguasai realitas melalui konsep-konsep yang makin abstrak dan bukannya melalui tindakan. Rasionalitas ini melibatkan proses kognitif abstrak. Rasionalitas substantif (seperti rasionalitas praktis, namun tidak seperti rasionalitas teoritis) secara langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam sejumlah pola melalui kluster-kluster nilai. Rasionalitas substantive melibatkan sarana untuk mencapai tujuan dalam konteks sistem nilai. Suatu sitem nilai (secara sunstantif) tidak lebih rasional daripada sistem nilai lainnya. Jadi, tipe rasioanalitas ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah, selam ada postulat nilai yang konsisten.








Biografi Max Weber

Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, pada tanggal 21 april 1864, dari keluarga kelas menengah. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki posisi politik yang relatif penting. Ibu Max Weber adalah seorang calvinis yang sangat religius, seorang perempuan yang berusaha menjalani kehidupan asketis yang tidak banyak terlibat dalam kenikmatan duniawi yang didambakan oleh suaminya. Perbedaan tajam antara kedua orang tuanya menyebabkan ketegangan rumah tangga, dan perbedaan serta ketegangan tersebut membawa dampak besar bagi weber. Karena tidak mungkin mendamaikan kedua orang tuanya, sebagai anak weber dihadapkan pada pilihan yang sulit. Mula-mula ia lebih cenderung pada orientasi hidup ayahnya, namun kemudian ia lebih dekat dengan ibunya. Pada usia 18 tahun, Max Weber meninggalkan rumah sementara waktu untuk belajar di Universitas Heidelberg. Weber telah menunjukkan kemampuan intelektualnya, namun dalam hal derajat sosial ia memasuki Universitas Heidelberg dengan malu-malu dan terbelakang. Namun, hal tersebut cepat setelah ia tertarik pada car hidup ayahnya dan bergabung dengan organisasi kepemudaan yang penuh persaingan, tempat ayhnya dulu juga terlibat.setelah tiga tahun, Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer, dan pada tahun 1884 kembali ke Berlin dan ke rumah orang tuanya untuk mengambil kuliah di Universitas Berlin. Ia tetap di sana selama hampir delapan tahun. Kemudian ketika ia menyelesaikan studinya, meraih gelar doktor, menjadi pengacara.

Jumat, 05 Juni 2015

Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan

1.    Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan
        Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan kertidakadilan gender (gender inequalites). Perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran dan posisi sebagaimana diuraikan di atas tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan (Faqih, 1996: 12). Namun pada kenyataannya perbedaan gender ini telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga kaum laki-laki. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Memahami perbedaan gender dapat menyebabkan ketidakadilan gender. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan yang ada. Uraian berikut membahas secara ringkas masing-masing manifestasi ketidakadilan gender:
a.         Gender dan marginalisasi perempuan
             Marginalisasi kaum perempuan atau peminggiran kaum perempuan dari peranan tertentu di masyarakat sudah sering dijumpai. Hal ini bisa dilihat dari berbagai bidang kehidupan terutama dalam hal lapangan pekerjaan. Ada pelabelan (stereotipe) terhadap profesi tertentu, yang seakan mengharuskan masing-masing jenis kelamin memilih profesi yang sudah disepakati. Pekerjaan rumah tangga untuk perempuan, sedangkan profesi sopir yang gajinya lebih besar untuk laki-laki. Meski tidak jadi jaminan, bahwa menyetir kendaraan lebih berat dibandingkan memasak, mencuci, mengasuh anak dan sebagainya. (Sudrajat, 2008: 163).
Marginalisasi merupakan rendahnya status dan akses serta penguasaan seorang perempuan terhadap sumber daya ekonomi, dan politik dalam pengertian kemiskinan yang menyebabkan kemiskinan.  Anggapan bahwa perempuan hanya diberi tugas untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, akan menyebabkan kondisi perempuan terbelakang dan miskin. Marginalisasi perempuan muncul dan menunjukkan bahwa perempuan kurang begitu diperhitungkan sehingga perempuan menjadi dinomorduakan dan kurang diperhitungkan. Usaha ini telah menyebabkan terjadinya proses produksi pertimbangan hubungan antara laki-laki dan perempuan. 
 Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi terjadi juga dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan, misalnya banyak di antara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali. Sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap kaum perempuan.
b.         Gender dan Subordinasi
              Subordinasi merupakan pementingan peran laki-laki daripada perempuan. Misalnya dalam pekerjaan biasanya perempuan selalu dinomorduakan yang menyebabkan terjadi ketidakadilan gender dalam masyarakat. Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu.
          Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktik seperti ini sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
c.      Gender dan Stereoti
        Stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Sterotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi dimana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur, dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut. Misalnya penandaan yang berasal dari asumsi masyarakat bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, sehingga setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan dinomorduakan.
d.         Gender dan kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Ini disebut gender-related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabakan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
e.         Gender dan beban kerja
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok menjadi kepala rumah tangga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga memelihara anak. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul beban ganda.
Manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi ekonomi, subordinasi, kekerasan, stereotipe dan, beban kerja tersebut terjadi di berbagai tingkatan. Pertama, manifestasi ketidakadilan gender tersebut terjadi  di tingkat negara, yang dimaksudkan di sini baik pada satu negara maupun organisasi antarnegara. Kedua, manifestasi tersebut juga terjadi di tempat kerja, organisasi maupun dunia pendidikan. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian, serta kurikulum pendidikan yang masih melanggengkan ketidakadilan gender tersebut. Ketiga, manifestasi ketidakadilan gender juga terjadi dalam adat istiadat masyarakat di banyak kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tafsiran keagamaan. Bagaimanapun mekanisme interaksi dan pengambilan keputusan di masyarakat masih banyak mencerminkan ketidakadilan gender tersebut. Keempat, manifestasi ketidakadilan gender itu terjadi di lingkungan rumah tangga. Bagaimana proses pengambilan keputusan, pembagian kerja dan interaksi antar anggota keluarga dalam banyak rumah tangga sehari-hari dilaksanakan dengan menggunakan asumsi asumsi bias gender. Oleh karena itu,  rumah tangga juga menjadi tempat kritis dalam menyosialisasikan ketidakadilan gender. Terakhir yang paling sulit diubah adalah ketidakadilan gender tersebut telah mengakar di dalam keyakinan dan menjadi ideologi kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manifestasi ketidakadilan gender ini telah mengakar dalam keyakinan masing-masing orang, keluarga hingga pada tingkat negara yang bersifat global. (Faqih, 1996: 13-23).

MACAM-MACAM HUKUM ILMU TAJWID

MACAM-MACAM HUKUM ILMU TAJWID

A.  Hu          Macam-Macam  Bacaan Nun Mati/Tanwin
1.    Idzhar halqi
Idzhar halqi adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu huruf halqi. Huruf halqi ada enam, yaitu ا , ح , خ , ع , غ ,ها    cara membacanya harus jelas, tidak mendengung, dan tidak samar-samar.
Contoh :   ان هو                      عذاب عظيم                          من علق      

2.    Idhgham Bighunnah
Idhgham Bighunnah adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu dari empat huruf, yaitu  ي , ب , م , و. Adapun cara membacanya suara nun mati/tanwin dimasukkan kedalam suara huruf tersebut dengan mendengung.
Contoh :        من نصرين               هدى وبشرى           من يعمل
            
3.     Idhgham Bilaghunnah
Idhgham Bilaghunnah adalah apabils ada nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu dari huruf dua, yaitu ل  danر. Cara membacanya suara nun mati/tanwin dimasukkan kedalam huruf  tersebut  tanpa mendengung.
 Contoh :    من لدنه                    خير لك

4.    Iqlab
                Iqlab adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan ba’ (ب). Cara membacanya yaitu suara nun mati/tanwin diganti dengan suara mim mati ( م) dengan merapatkan bibir dan mendengung.
Contoh :       من بعيد                              ضللا بعيدا


5.    Ikhfa’
Ikhfa’ adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu dari 15 huruf, yaitu   .ت ,ث ,ج ,د ,ذ ,ز ,س ,ش ,ص ,ض ,ط ,ظ ,ف ,ق ,ك cara membacanya suara nun mati/tanwin dibaca samar-samar dengan sengau dihidung.
Contoh :        من قبلك                             شيء شهيدا  

B. Hukum Bacaan Qalqalah
#Pengertian Qalqalah#
              Qalqalah secara bahasa berarti getaran suara. Adapun secara istilah qalqalah berarti menyembunyikan huruf yang bertanda sukun (mati) dengan suara yang lebih ditekan lagi dari makhraj hurufnya. Jumlah huruf qalqalah ada 5, yaitu د ق , ط , ب , ج  yang bisa disingkat dengan  قطب جد
#Macam-macam Qalqalah#
1.   Qalqalah Kubra
Qalqalah kubra berarti salah satu huruf qalqalah berharakat mati/sukun tidak asli yang disebabkan adanya waqaf. Cara membacanya harus lebih jelas dan memantul.
Contoh :    اليه مريب                 بالقسط

2.  Qalqalah Sughra
Qalqalah sughra berarti apabila salah satu huruf qalqalah berharakat sukun (mati) asli bukan karena waqaf. Cara membacanya juga harus jelas dan memantul.
Contoh :             ولا تقرب                  من قبل



C. Hukum Baca’an Lam
1.   Lam Mufakhamah     ( ( تفخيم  
Lam mufakhamah adalah apabila lam ل dalam lafal الله didahului oleh harakat fathah atau dlommah, maka harus dibaca tebal.
Contoh :     رسول الله                 شهيد الله                   رحمة الله

2.   Lam Muraqqah          (    ترقيق  )
Lam muraqqah adalah apabila lam ل dalam lafal الله didahului oleh harakat kasrah, maka harus dibaca tipis. Semua lam yang terdapat dalam lafal الله harus dibaca tipis.
Contoh :    بسم الله                    من عند الله                الحمد لله  

D. Hukum Baca’an Ra’
1.  Ra’ Mufakhamah  (( تفخيم
Ra’ mufakhamah adalah ra’ yang dibaca tebal. Ra’ dibaca tebal apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)   Ra’ berharakat  fathah
      Contoh :             ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
2)   Ra’ berharakat dlommah
      Contoh :           اذا جاء نصرالله والفتح  
3)   Ra’ berharakat sukun, sedangkan huruf sebelumnya berharakat  fathah atau dlommah.
      Contoh :             وارسل           ترميهيم
4)   Ra’ berharakat sukun, sedangkan huruf sebelumnya berharakat kasrah, tetapi bukan    kasrah asli dari perkataanya.
     Contoh :           ارجعي الى ربك راضية مرضية  
5)   Ra’ berharakat sukun, sedangkan huruf sebelumnya berharakat kasrah asli, tetapi sesudah ra’ ada salah satu huruf isti’la yang tidak berharakat kasrah. Huruf isti’la ada 7, yaitu.خ , ص , ض , غ , ط , ق , ظ 
     Contoh :              فرقة              قرطاس          ان ربك لبا لمرصاد

2.  Ra’ Muraqqaqah   (( ترقيق  
Ra’ muraqqaqah adalah ra’ yang dibaca tipis. Ra’ dibaca tipis apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)   Ra’ berharakat kasrah
     Contoh :            من شر غاسق            من شر ماخلق
2)    Apabila sebelum huruf ra’ ada huruf ya’ sukun
     Contoh :          خير من الف شهر       نذير وبشير 
3)   Ra’ berharakat sukun yang didahului huruf berharakat kasrah. Namun setelah ra’ sukun bukan huruf isti’la.
    Contoh :          وفرعون ذى الاوتاد  
4)    Jawaazul Wajhaini
Dalam hukum jawaazul wajhaini ra’ boleh dibaca tarqiq atau tafkhim. Hukum jawaazul wajhaini bisa terjadi apabila ada ra’ sukun yang didahului huruf berharakat kasrah dan sesudahnya ada salah satu huruf isti’la yang berharakat kasrah.
      Contoh :     بحرص                    من عرضه 

E.  Hukum Bacan Mad
#Pengertian mad#
              Kata mad berasal dari bahasa arab مد – يمد – مدا  yang berarti memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, mad berarti memanjangkan bacaan huruf hijaiyah sesuai dengan sifat dan syaratnya masing-masing.

#Macam-macam Mad#

1.  Mad Thabi’i
Mad thabi’i adalah bacaan huruf hijaiyah yang dipanjangkan secara biasa, atau sering disebut mad pokok (mad asli). Cara membacanya yaitu dipanjangkan satu alif (2 harakat). Disebut mad Thabi’i apabila terdapat hal-hal berikut :
* Jika ada ا  jatuh sesudah harakat fathah. Contoh :  سا, ما, نا, وا, حا
* Jika adaو   jatuh sesudah harakat dommah. Contoh :  سو, مو, نو, وو, حو
* Jika adaي  jatuh sesudah harakat kasrah. Contoh :  سي, مي, ني, وي, حي

2.   Mad Far’i
Mad far’i adalah semua mad selain mad thabi’i, karena bersumber dari mad thabi’i maka disebut mad far’i yang mempunyai arti mad cabang.
Adapun mad far’i ini ada 13 macam :
a.  Mad Wajib Muttashil
Mad wajib muttashil adalah bacaan mad thabi’i yang bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kata. Panjang bacaaanya yaitu 3 alif (6 harakat).
Contoh :       والسماء , وجيء , سوء , حنفاء

b.  Mad Jaiz Munfashil
Mad jaiz munfashil adalah bacaan mad thabi’i yang bertemu dengan huruf hamzah tetapi tidak dalam satu kata. Adapun panjang bacaanya yaitu 2½ alif (5 harakat).
Contoh :       يايها الذين       وما ادراك       انا اعطينا ك



c.   Mad Layyin
Mad layyin adalah apabila ada salah satu huruf hijaiyyah yang berharakat fathah sebelum wawu sukun atau ya’ sukun.
Contoh :      لاريب                     من خذ ف

d.  Mad ‘Aridl Lis Sukun
Mad ‘Aridl Lis Sukun adalah jika ada bacaan mad thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyah hidup yang dibaca mati/tanda waqaf. Panjang bacaanya yaitu : 1 alif (2 harakat) atau 2 alif (4 harakat) atau 3 alif (6 harakat).
Contoh :     نستعين                    ينصرون   

e.   Mad ‘Iwadl
Mad ‘iwadl adalah apabila ada huruf hijaiyah yang berharakat fathah tanwin yang dibaca waqaf diakhir kalimat. Panjang bacaanya 1 alif (2 harakat).
Contoh :     غفورا رحيما    dibaca       غفورا رحيما 

f.    Mad Badal
Mad badal adalah apabila ada 2 buah huruf hamzah dan huruf hamzah yang pertama berharakat sedangakan huruf hamzah yang ke-2 disukun (mati), maka hamzah yang ke-2 diganti dengan :
    * ا  jika hamzah yang pertama berharakat fathah
و  jika hamzah yang pertama berharakat kasrah
ي jika hamzah yang pertama berharakat dlommah
Adapun panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat)
Contoh :    ﺄ ﺄ د م        menjadi            ا د م
                    ائمان       ايمان          menjadi
g.  Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi
Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi adalah apabila ada mad thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyah yang bertasydid dalam satu kata. Panjang bacaanya yaitu 3 alif (6 harakat).
Contoh  :     الطامة            الصاخه          ولاالضالين 


h.  Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi
Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi adalah apabila ada mad thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyah yang bersukun. Panjang bacaanya yaitu 3 alif (6 harakat).
Contoh :     آلان  

i.     Mad Lazim Mutsaqqal Harfi
Mad Lazim Mutsaqqal Harfi adalah permulaan surat dalam Al-Qur’an yang terdapat salah satu/lebih dari huruf :
ن, ق, ص, ع, ل, ي, ك, م    yang bisa disingkat dengan lafal نقص عليكم. Adapun panjang bacaanya yaitu 3 alif (6 harakat). Mad ini juga bisa disebut dengan 
( مد لازم حرفي مشبع )
       Contoh :   ص        ن     ق      الم

j.    Mad Lazim Mukhaffaf Harfi
Mad Lazim Mukhaffaf Harfi adalah permulaan surat dalam Al-Qur’an yang terdapat satu/lebih dari huruf :حي طهر  yaitu ح , ي , ط , ه , ر . Adapun panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat).
Contoh :      طه      يس     حم      الر

k.  Mad shilah
1.    Mad Shilah Qashirah
Mad Shilah Qashirah adalah apabila ada kata ganti (ha’ dlomir) yang didahului dengan huruf yang berharakat (  ̶  )/ (  ̶  ). Adapun panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat).
Contoh :  انه كان           له ما في السموات
2.   Mad Shilah Thawilah
Mad Shilah Thawilah adalah apabila ada mad shilah qashirah yang bertemu dengan hamzah. Adapun panjang bacaanya yaitu 2½ alif (5 harakat).
Contoh :             ماله أخلده        له الا بماشاء


l.    Mad Thamkin
Mad thamkin adalah apabila ada huruf yang bertasydid dan berharakat kasrah bertemu dengan sukun. Panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat) dan penempatan bacaanya pada tasydid serta mad thabi’inya.
Contoh :     حييتم             عليين            من النبيين   

m. Mad Farqi
Mad farqi adalah bacaan panjang yang membedakan antara pertanyaan atau bukan.
Contoh :        قل الله اذن لكم          

F.  Hukum Bacaan Mim Sukun
1.    Ikhfa’ Syafawi
Ikhfa’ syafawi yaitu apabila ada mim sukun (mati) bertemu dengan huruf ba’ (ب ). Cara membacanya yaitu merapatkan bibir dan mendengung.
Contoh :     اعتصم بالله               ام به 

2.    Idzhar Syafawi
Idzhar syafawi yaitu apabila ada mim sukun (mati) bertemu dengan huruf hijaiyah yang selain ب   dan  م, yaitu :  ي, ه, و, ن, ل, ك, ق, ف, غ, ع, ظ, ط, ض, ص, ش, س, ز, ر, ذ, د, ج, ح, خ, ت, ث, ء. Adapun cara membacanya yaitu harus jelas, tidak mendengung dan juga tidak samar-samar.
Contoh     انهم الى ربهم             لهم فيها          عليهم ولا
                                                            
3.    Idhghom Mimi
              Idhghom mimi yaitu apabila ada mim mati bertemu dengan huruf mim (م). Cara membacanya yaitu dengan cara merapatkan bibir dan mendengung.
Contoh :     كم من





SEMOGA BERMANFAAT ^_^