Sabtu, 06 Juni 2015

DESKRIPSI MONUMEN JOGJA KEMBALI

Monumen Jogja Kembali (Monjali) merupakan sebuah monumen yang ada di Yogyakarta. Monumen tersebut berdiri di atas sebuah lahan seluas lima hektar yang berlokasi di desa Jongkang, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Lahan yang dipakai adalah lahan kas desa (tanah bengkok) atau tanah garapan yang diberuikan oleh pemerintah kepada kepala desa (lurah).      
Lahan itu dipilih karena adanya titik imaginer. Terdapat enam titik imaginer yang apabila ditari akan membentuik sebuah garis lurus. Titik-titik tersebut yaitu Gunung Merapi, Monumen Jogja Kembali (Monjali), Tugu Jogja, Kraton Jogja, Panggung Krapyak, dan Pantai Parang Tritis. Pada Monumen Jogja Kembali (Monjali), titik tersebut terletak pada tepat peletakkan batu pertama dan dikuburnya kepala kerbau pada upacara pembangunan monumen. Titik tersebut kemudian disebut sebagai poros makro kosmos yang berarti titik besar kehidupan.
          Ide pembangunan Monumen Jogja Kembali (Monjali) bermula pada saat dilaksanakannya tirakatan di Gedung Agung pada tahun 1938. Saat itu Dr. Ruslan Abdul Gani yang berasal dari Surabaya menyampaikan gagasannya bahwa Yogyakarta membutuhkan sebuah monumen sebagai tetenger sejarah atau bukti sejarah. Saat itu pula ide yang disampaikan mendapat dukungan mutlak. Kemudian dibentuk sebuah panitia pembangunan. Dana yang digunakan sebagai dana pembangunan tudak berasal dari dana pemerintah melainkan dana dari dermawan yang terkumpul mencapai 9,5 miliar rupiah. Ahli bangunan berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berkolaborasi dengan ahli bangunan dari Universitas Gadjahmada (UGM). Sedangkan, arsitek yang merancang pembangunan monumen tersebut adalah Drs. Edi Sunarso seorang seniman dari Yogyakarta yang berasal dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
          Monumen Jogja Kembali (Monjali) yaitu berbentuk kerucut. Bentuk bangunan ini ditetapkan melalui sayembara bentuk bangunan. Bentuk kerucut dipilih dengan maksud untuk melestarikan budaya nenek moyang zaman prasejarah yang merujuk pada bentuk gunung Merapi, gunungan pada upacara Sekaten, dan gunungan pada kesenian wayang kulit. Tinggi bangunan tersebut adalah 31,8 meter dan dikelilingi oleh kolam air yang berfungsi sebagai pendingin daripada bangunan itu sediri, serta dalam sudut pandang budaya dimaksudkan sebagai lambang adanya kesucian niat dari nenek moyang pada saat berjuang.
          Nama Monumen Jogja Kembali dipilih untuk memperingati kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta. Tujuan dari pembangunan monumen tersebut adalah untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan bangsa, penghargaan untuk para pahlawan bangsa, sebagai bukti sejarah, dan sebagai saran pendidikan. Monumen Jogja Kembali (Monjali) berisi benda-benda sejarah yang digunakan oleh pahlawan-pahlawan pada masa perjuangan misalnya meja dan kursi yang digunakan oleh Bung Hatta di rumah dinasnya di Yogyakarta; tempat tidur Bung Karno; dll, replika peristiwa-peristiwa sejarah misalnya terjadinya Serangan Umum 1 Maret; proses pelaksanaan perjanjian Roem Royen; Konferensi Asia-Afrika;dll, peta perjuangan dan serangan Belanda di Yogyakarta, serta dokumentasi yang lain seperti foto-foto,dan lain-lain.
          Monumen Jogja Kembali (Monjali) terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama yaitu museum, aula yang sering digunakan untuk pertemuan-pertemuan seperti wisuda; syawalan;dll, perpustakaan, kantor, mushola, toilet,dll. Di lantai kedua terdapat bagan luar relief yang berjumlah 40 episode adegan perjuangan dari tahun 1945 sampai tahun 1949, ruang Diorama yang terdiri dari 10 ruang yang salah satunya menceritakan terjadinya Agresi Tentara di Yogyakarta tahun 1948 sampai tahun 1949. Sedangkan lantai ketiga yaitu ruang Garba Graha. Garba berarti dalam, Graha berarti rumah, Garba Graha yaitu bagian dalam rumah yang digunakan untuk berdoa atau meditasi. Ruang Garba Graha digunakan sebagai ruang hening utnuk mendoakan arwah pahlawan bangsa dan juga untuk mendoakan diri sendiri.

          Logo Monumen Jogja Kembali (Monjali) berbentuk bulat dan terdapat tulisan Jawa di dalamnya yang berbunyi Gapura Papat Ambuka Jagad. Gapura berarti pintu, papat berarti empat, ambuka berarti membuka atau terbuka, dan jagad berarti dunia, maka arti sesungguhnya adalah empat pintu terbuka untuk dunia (gate for open the world). Hal itu menunjukkan bahwa Monumen Jogja Kembali (Monjali) memiliki empat pintu yaitu di bagian barat, timur, utara, dan selatan bangunan. Namun, pintu di bagian utara pada akhirnya ditutup dan dialihkan menjadi satu di bagian selatan agar pengunjung dapat berkeliling bangunan. Di balik tempat logo tersebut terdapat daftar nama pahlawan yang gugur sebanyak 422 orang dan ditambah dengan nama-nama pahlawan yang tidak dikenal. Di tengah daftar nama pahlawan tersebut terdapat sebuah puisi karya Khairil Anwar yang berjudul Karawang-Bekasi sebagai sebuah hadiah atau penghormatan untuk jasa para pahlawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar